Popular Post

Dunia Baru Tiga Perancang

TEMPO Interaktif, Jakarta -Dominique Agisca Diyose membuka pergelaran busana malam itu. Jaket ungu bertabur kilauan akrilik yang dipadukan dengan rok mini kuning beraksen lipit yang ia pakai menyita pandangan mata para hadirin. Model-model lain selanjutnya memakai busana dengan palet warna biru, hijau, turquoise, kuning, serta metalik bertabur prada emas dan perak.
Si perancang, Malik Mostaram, mengambil tema “Galactum” untuk koleksi pakaian siap pakai deluxe terbarunya itu. Dunia atas, luar angkasa yang hampa udara, bermetamorfosis menjadi gaun cocktail. Malik tidak menonjolkan 30 busana wanita dan dua busana pria bergaya futuristik untuk menunjukkan ciri luar angkasa, melainkan melalui warna komet, matahari, bulan, detail akrilik, dan ornamen metal.
“Saya tidak menggunakan payet untuk detail, tetapi akrilik untuk memperkuat kesan luar angkasa,” kata Malik, yang juga berprofesi sebagai koreografer. Citra galaktika itu juga ia terjemahkan ke dalam sentuhan prada emas dan perak serta pola dekonstruktif. Beberapa gaun yang ia tampilkan mengingatkan kita akan busana Putri Leia dan Ratu Amidala dalam trilogi Star Wars.
Nuansa galaktika itu berubah ketika Harry Ibrahim dan Defrico Audy memamerkan koleksi pakaian siap pakai mereka yang berbeda tema. Malik Moestaram, Harry Ibrahim, dan Defrico Audy bukan pendatang baru di dunia mode Indonesia. Ketiganya punya ciri berbeda dalam merancang.
Namun, dalam gelaran Jakarta Fashion and Food Festival di Grand Ballroom di Jakarta, tiga pekan lalu itu, ketiganya berbagi panggung dalam menggelar mini-show bertajuk “Renewable World”. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia Taruna K. Kusmayadi, mini-show ini merupakan persiapan bagi tiga perancang untuk mengadakan pergelaran tunggal.
Dua puluh lima busana rancangan Harry Ibrahim tampak seperti kelopak bunga yang tertiup angin musim semi. Harry, yang mengambil tema “Hymn of Serenity”, menampilkan busana siap pakai dan gaun malam dengan detail lipit struktural yang menjadi ciri rancangannya.
Harry memadukan sifon, organza, dan tafeta berwarna emas, dusty pink, olive green, perak, dan putih dengan payet, manik, dan kristal minimalis. “Batu dan payet hanya sebagai aksesori yang mempercantik keseluruhan tampilan tanpa membuat gaun tersebut terkesan berlebihan,” tutur perancang asal Bandung ini
Aksen ruffles pada gaun rancangannya seolah mengambang ketika para model yang memakai berjalan di atas panggung. Meski bukan lulusan sekolah mode, pengalaman Harry dalam merancang gaun malam selama sebelas tahun terlihat dalam rancangannya yang rumit berlapis-lapis namun berkesan ringan dan lembut.
Audy menutup peragaan malam itu dengan pakaian siap pakai yang menggunakan motif purba Sulawesi Tenggara. “Sulawesi Tenggara memiliki ratusan motif tenun, tapi saya mengambil lima motif, yaitu Tolaki, Bombana, Mekongga, Buton, dan Sania,” ujar perancang lulusan La Salle College ini.
Mengambil tema “Tribal Maker”, Audy memadukan cara berbusana suku primitif di Asia Timur dengan menggunakan kain tenun Sulawesi Tenggara. “Saya memadukannya dengan unsur India, yang identik dengan warna-warna cerah,” Audy menjelaskan. Aksesori keemasan menjadi pemanis untuk koleksi Audy yang memadukan warna gelap dengan warna cerah.
Dari 45 set busana yang diperagakan, 15 di antaranya diperagakan oleh selebritas, antara lain Julia Perez, Louis Anastasia, Jeng Kelin, Elma Theana, Poppy Bunga, dan Terry Putri.