Pengamat terorisme, Mardigu Wowiek Prasantyo mengatakan, ada pelajaran semantik yang diajarkan kalangan teroris Indonesia untuk digunakan sebagai alat terampuh dalam merekrut para kader baru agar mau sungguh-sungguh menjalankan apa yang menjadi tujuan mereka.
Pendekatan semantik yang dilakukan tersebut kemudian menjadi alat doktrinisasi dan pencucian otak yang efektif bagi penduduk yang menjadi incaran mereka dalam menambah jaringan terorisme.
"Saya sebetulnya terkagum-kagum dengan Nurdin M Top. Kagum dengan seberapa cepatnya Nurdin bisa merubah pikiran orang hingga mau bunuh diri. Hebatnya, itu dilakukan dalam waktu di bawah 10 menit," ujar Mardigu saat menjadi pembicara diskusi "Teroris juga Punya Rasa Cinta" di Bondies Cafe Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan.
Mardigu menceritakan, pelajaran semantik yang bisa merubah dan mendorong pikiran orang dari yang sebelumnya kosong hingga mau melakukan bunuh diri tersebut ia temukan hampir di setiap teroris yang ia wawancara dan interograsi.
"Sudah 437 teroris yang saya interview, jadi saya tahu karena mereka yang cerita ke saya. Bertali-tali sampai semuanya," ujarnya.
Yang menarik, lanjut Mardigu, dalam proses rekrutmen teroris baru, mereka dengan cepat melakukan doktrinisasi melalui pendekatan semantik dengan hanya ngobrol santai beberapa menit.
Para perekrut tersebut mampu menjerat pemikiran orang lain untuk ikut ke dalam arahannya.
"Salah satu senjata doktrin yang paling ampuh adalah persoalan akidah atau agama. Agama adalah objek yang paling mudah untuk menggerakan kita kepada hal tertentu," ujar Mardigu.
source: http://www.tribunnews.com/2010/09/26/mardigu-hanya-butuh-10-menit-merubah-pikiran-orang-jadi-teroris