Beberapa peneliti di Amerika Selatan telah memelajari kelayakan penggunaan jenis cacing tanah tertentu untuk mendaur ulang sampah-sampah kimia, semisal di bekas lokasi industri bahan kimia, TPA, dan daerah-daerah berlimbah lainnya.
Cacing, sepanjang sejarah umat manusia, telah banyak dimanfaatkan para petani lantaran secara alami mampu mengolah limbah di kebun-kebun. Nah, jenis cacing tanah yang umum dikenal, Eisenia fetida, ternyata juga bisa dimanfaatkan untuk pengolahan limbah padat dan cair yang berbahaya secara aman.
Tim peneliti tersebut telah melakukan dua studi kelayakan. Pertama, mereka menggunakan kompos yang dihasilkan oleh cacing, yang sering disebut kascing (bekas cacing), sebagai dasar penyerap air limbah terkontaminasi logam berat seperti nikel, krom, vanadium, dan timah. Kedua, cacing tanah langsung digunakan untuk mendaur ulang tanah TPA yang mengandung arsenik dan merkuri. Hasilnya menunjukkan adanya efisiensi pembersihan sekitar 42 sampai 72% dalam dua pekan, sedangkan untuk merkuri 7,5 sampai 30,2% dalam periode yang sama.
Apa yang dilakukan ilmuwan Amerika Selatan itu mungkin kelanjutan dari penemuan cacing tanah super di Inggris pada 2008 lalu. Ketika itu para peneliti di University of Reading menemukan sebuah spesies cacing tanah baru yang tak diketahui jenisnya. Analisis DNA dari cacing di Wales itu dikonfirmasi sebagai spesies baru.
Cacing-cacing yang mungkin alami atau hasil mutasi itu ditemukan di bekas lokasi tambang yang tercemar, di mana cacing-cacing itu diketahui memakan limbah beracun yang ada di sana. Hasil dari kotoran cacing itu kandungannya relatif aman dan dapat lebih mudah diserap tanaman. Bila tanaman yang ada dipanen, apa yang tersisa adalah tanah yang bersih dari limbah.
Cacing, sepanjang sejarah umat manusia, telah banyak dimanfaatkan para petani lantaran secara alami mampu mengolah limbah di kebun-kebun. Nah, jenis cacing tanah yang umum dikenal, Eisenia fetida, ternyata juga bisa dimanfaatkan untuk pengolahan limbah padat dan cair yang berbahaya secara aman.
Tim peneliti tersebut telah melakukan dua studi kelayakan. Pertama, mereka menggunakan kompos yang dihasilkan oleh cacing, yang sering disebut kascing (bekas cacing), sebagai dasar penyerap air limbah terkontaminasi logam berat seperti nikel, krom, vanadium, dan timah. Kedua, cacing tanah langsung digunakan untuk mendaur ulang tanah TPA yang mengandung arsenik dan merkuri. Hasilnya menunjukkan adanya efisiensi pembersihan sekitar 42 sampai 72% dalam dua pekan, sedangkan untuk merkuri 7,5 sampai 30,2% dalam periode yang sama.
Apa yang dilakukan ilmuwan Amerika Selatan itu mungkin kelanjutan dari penemuan cacing tanah super di Inggris pada 2008 lalu. Ketika itu para peneliti di University of Reading menemukan sebuah spesies cacing tanah baru yang tak diketahui jenisnya. Analisis DNA dari cacing di Wales itu dikonfirmasi sebagai spesies baru.
Cacing-cacing yang mungkin alami atau hasil mutasi itu ditemukan di bekas lokasi tambang yang tercemar, di mana cacing-cacing itu diketahui memakan limbah beracun yang ada di sana. Hasil dari kotoran cacing itu kandungannya relatif aman dan dapat lebih mudah diserap tanaman. Bila tanaman yang ada dipanen, apa yang tersisa adalah tanah yang bersih dari limbah.
http://seadanyadeh.blogspot.com/2010/12/ternyata-ada-cacing-tanah-super-pemakan.html